Dibawah Langit Istanbul
By: @abdulhalim41
Pada cerpen ini, penulis ingin bercerita sebuah kisah tentang dua orang mahasiswa yang merantau untuk berkuliah di luar negeri, tepatnya di Istanbul, Turki. Mereka adalah Hasan dan Irfan. Dalam perjalanannya menuntut ilmu, Hasan kemudian jatuh cinta pada teman satu jurusan dengan Irfan. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Selamat membaca!
Istanbul sedang memasuki musim dingin. Butiran salju-salju turun menyelimuti segalanya menjadi putih bersih tak berwarna. Angin dingin pun berhembus begitu dingin menusuk tubuh. Jalanan pun juga kemudian menjadi amat licin, sehingga membuat beberapa eskavator pembersih jalan sibuk bekerja.
Meskipun begitu, jalanan Istanbul sore ini tetap ramai dipenuhi lalu lalang orang-orang dengan mantel hitam tebal. Kesibukan penduduk kota ini seakan tak berhenti, meski musim dingin terasa begitu menyiksa. Meskipun hari ini sudah memasuki akhir musim dingin di Turki, tetapi udara dingin terasa tak semakin berkurang. Salju-salju masih tetapi turun, meski sudah tak terlalu lebat.
Masih di Istanbul hari ini, dua sahabat, Hasan dan Irfan harus meninggalkan tanah air mereka untuk menuntut ilmu di Istanbul, yang dijuluki "Negeri Seribu Kubah". Merantau diluar tanah air sendiri memang penuh tantangan dan tentu saja berbeda. Baru saja mereka sampai di bandara internasional Atatürk di Istanbul udara dingin langsung menghadang dan menguji semangat mereka. Jaket tebal seakan tak mempan melindungi udara dingin. Tetapi untungnya bagi mereka hal itu bukanlah halangan. Semangat untuk mengejar cita-cita menuntun mereka hingga jauh ke Istanbul. Kota yang mungkin tak pernah sekalipun mereka bayangkan untuk menuntut ilmu disana.
Istanbul yang merupakan salah satu kota terbesar di Turki dikenal dibagi menjadi dua bagian, yaitu Istanbul yang berada di sisi Eropa dan Istanbul yang berada di sisi Asia. Di kawasan Istanbul di sisi Eropa dikenal banyak berdiri bangunan-bangunan klasik khas Ottoman serta situs-situs bersejarah nan eksotis. Sebut saja seperti Sultanahmet Camii atau Blue Mosque, Museum Ayasofya yang sebelum dijadikan museum pernah menjadi gereja dan kemudian menjadi masjid, Yerebatan Sarnıcı yang pada zaman dinasti Ustmani menjadi pusat tempat penampungan air, Topkapı Palace yang dahulunya merupakan istana raja-raja Turki yang kini banyak menyimpan barang-barang peninggalan nabi Muhammad SAW, hingga Grand Bazaar yang pernah menjadi pusat perbelanjaan dalam ruangan terbesar didunia yang berdiri sejak abad ke 15. Sementara itu, Istanbul di sisi Asia menawarkan hal yang berbeda. Pusat perekonomian dan politik Turki selain di ibukota Turki di Ankara, juga berpusat di Istanbul disini. Sehingga gedung-gedung modern pencakar langit lebih banyak dijumpai disini.
Hasan dan Irfan adalah mahasiswa undergraduate di universitas yang sama di Istanbul. Mereka lulus program beasiswa bersama beberapa orang mahasiswa Indonesia lainnya. Setelah proses seleksi yang cukup melelahkan, akhirnya mereka sama-sama terpilih untuk pergi ke Turki, meninggalkan keluarga, kampung halaman, dan juga teman-teman yang tak akan bisa dijumpai lagi setiap harinya. Dua sahabat karib ini berasal dari kota yang sama. dan sudah bersahabat sejak taman kanak-kanak. Hingga takdir membuat mereka untuk bersama-sama lagi hingga kuliah sampai ke Turki.
Sore itu dari bandara Atatürk yang terletak di Istanbul bagian Eropa, mereka harus naik bus menuju tempat dimana asrama mereka berada di kawasan Üsküdar yang terletak di Istanbul bagian Asia. Perjalanan akan menempuh waktu kira-kira satu jam. Akan tetapi, musim dingin yang sedang terjadi di Turki bisa saja membuat jalanan sedkiti terhambat oleh petugas yang berpatroli membersihkan jalan. Akhirnya setelah mengurus beberapa admisnistrasi di bandara, mereka lalu dijemput oleh pemandu yang akan mengarahkan rombongan dari Indonesia ini menuju asrama mereka masing-masig. Sekitar beberapa bulan ini adalah masa pengenalan bagi para calon mahasiswa yang datang dari Indonesia. Hingga akhirnya mereka akan siap menjadi mahasiswa di Turki setelah mempelajari bahasa, kultur budaya, hingga tips-tips lainnya mengenai Turki.
Sore itu dari bandara Atatürk yang terletak di Istanbul bagian Eropa, mereka harus naik bus menuju tempat dimana asrama mereka berada di kawasan Üsküdar yang terletak di Istanbul bagian Asia. Perjalanan akan menempuh waktu kira-kira satu jam. Akan tetapi, musim dingin yang sedang terjadi di Turki bisa saja membuat jalanan sedkiti terhambat oleh petugas yang berpatroli membersihkan jalan. Akhirnya setelah mengurus beberapa admisnistrasi di bandara, mereka lalu dijemput oleh pemandu yang akan mengarahkan rombongan dari Indonesia ini menuju asrama mereka masing-masig. Sekitar beberapa bulan ini adalah masa pengenalan bagi para calon mahasiswa yang datang dari Indonesia. Hingga akhirnya mereka akan siap menjadi mahasiswa di Turki setelah mempelajari bahasa, kultur budaya, hingga tips-tips lainnya mengenai Turki.
“San..”
"Iya, kenapa fan?" Jawab Hasan sembari asyik memotret suasana diluar jendela dengan kamera dslrnya.
“Kepikiran gak sih, kalau kita udah dari TK, sampai SMA kita barengan, sampai ke Turki kamu ngikutin, apa gak bosan ?”
“Hahaha.. iya ya, apa boleh buat sih Fan, udah takdir kali bisa barengan sampai kesini.” Balas Hasan sembari menyeruput kopi hangat dalam termos alumuniumnya.
“Dinginnya minta ampun nih San.."
Irfan kemudian mendekap tubuhnya sendiri lebih erat. "Rasanya kayak masuk kulkas."
"Kayak pernah masuk kulkas aja kamu Fan." Balas Hasan dengan cekikikan.
"Hehe.. dasar kamu."
Percakapan mereka dihentikan setelah mereka sampai ditujuan. Mereka kemudian turun di pemberhentian bus dan harus berjalan lagi untuk sampai di asrama mereka.
Setelah beberapa lama berjalan, menembus angin musim dingin, mereka akhirnya sampai di asrama tujuan mereka. Asrama ini bertingkat lima dengan arsitektur klasik khas ustmani. Di dinding luarnya yang berwarna coklat muda terdapat balkon-balkon kecil yang semakin indah dengan dihiasi bunga indah berwarna-warni.
Setelah check in dan mengurus beberapa keperluan, mereka langsung menuju kamar masing-masing dilantai paling atas. Kebetulan, kamar Hasan dan Irfan juga terletak saling berseberangan.
Setelah masuk kamar, Hasan langsung menggantungkan mantelnya kemudian menaruh tasnya dilantai. Kamar ini terasa hangat berkat penghangat ruangan yang terpasang di sudut kamar. Hasan lalu berbaring di sebuah tempat tidur besi yang telah diberi kasur kapas dengan sprei biru muda. Meski tidak terlalu besar, tetapi kamar ini sungguh indah. Di dindingnya yang berwarna krem terdapat sebuah kaligrafi dan sebuah lukisan pemandangan yang menawan. Di tengah-tengah loteng menggantung sebuah lampu gantung antik khas Turki yang terbuat dari besi berwarna perak. Disini juga terdapat sebuah meja dan kursi kayu yang sudah di vernis berwarna coklat tua. Tepat diatas meja terdapat sebuah jendela yang terbuat dari kayu dan juga di vernis berwarna sama. Jika dibuka, dari jendela ini langsung terlihat pemandangan selat bosphorus dari kejauhan nan menawan. Disamping jendela juga terdapat pintu kayu yang juga di vernis dengan warna yang sama pula, untuk keluar menuju balkon.
Langit Istanbul sore ini begitu menakjubkan. Remang-remang oranye cahaya matahari dimusim dingin terlihat begitu indah. Dari sini tampak menara-menara masjid tinggi menjulang di kejauhan dengan sangat megahnya ditemani awan-awan yang sungguh memukau. Dikejauhan juga tampak kapal-kapal lalu-lalang di selat boshporus. Seakan menambah indahnya selat yang menjadi salah satu selat tersibuk didunia ini.
Tak lama kemudian dalam hanyutnya suasana senja, dari tiang-tiang menara masjid itu sayup-sayup adzan maghrib pun lalu berkumandang bersahut-sahutan dengan merdunya.
"Masyaa Allah.."
***
Keesokan harinya adalah hari pertama mereka sebagai seorang mahasiswa di Turki. Mereka langsung dihadapi dengan berbagai aktivitas di kampus. Disela-sela jam kosong, para mahasiswa seringkali memanfaatkan waktu senggang dengan berkumpul dan bercengkrama di café. Tak ubahnya Hasan dan mahasiswa Indonesia lainnya di Turki, mereka pun juga asyik bercengkrama dan minum çay (Turki: teh) hangat bersama-sama.
Tetapi, ada yang kemudian membuat Hasan teralihkan dari percakapannya. Pandangannya tertuju pada seorang Mahasiswi yang berada tak jauh dari meja Hasan. Dengan mengenakan pakaian yang rapi, sopan, berjilbab, seakan menambah parasnya yang begitu anggun. Tatapannya begitu teduh dan senyumnya begitu cantik dengan lesung pipi merona diwajahnya.
“Siapa ya dia? Anggun sekali.” Hasan membatin dalam hatinya.
Hasan kemudian cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan beristighfar. "Astaghfirullah.."
Sepulangnya dari kuliah, Hasan langsung kembali ke asrama. Setelah berjalan beberapa lama, Hasan menemukan sebuah tas yang tegeletak di kursi jalanan. Resleting tas itu terbuka. Tampak didalamnya sebuah dompet yang berisi beberapa mata uang Lira dan Rupiah, Kartu ATM dan juga Kartu Identitas mahasiswa. Dan juga terdapat peralatan penelitian perkuliahan, yang tampaknya milik seorang mahasiswa.
"Tampaknya ia juga dari Indonesia" ucap Hasan dalam hatinya.
Hasan mengambil kartu identitas mahasiswa itu dan membacanya.
"Namanya Annisa. Ternyata kampusnya juga sama denganku."
Dengan tenaga yang sudah letih dan beratnya jalanan Istanbul dimusim dingin, Hasan memutuskan untuk naik taksi dan membawa tas itu kembali ke kampusnya.
Melihat Hasan membawa tas, Irfan lalu bertanya.
"Tas siapa San?"
"Aku tak tahu nih, tasnya ketinggalan di kursi jalanan, yang punya namanya Annisa, ini kartu identitas mahasiswanya, kampusnya juga sama dengan kita."
Irfan lalu memandangi kartu identitas itu.
"Ooh.. Dia teman sejurusanku San." kata Irfan pada Hasan yang sudah sangat letih. "Sini aku tunjukkan orangnya."
"Okelah Fan."
Setelah berjalan sejenak, Irfan dan Hasan pun akhirnya bertemu Annisa.
"Nisa, tas kamu ketinggalan ya?"Kata Irfan pada Annisa. "Ini sahabatku yang nemuin dijalan."
Hasan kemudian terperanjat. Annisa ternyata adalah orang yang dia lihat di café waktu itu. Jantungnya berdegup kencang, dan perasaannya benar-benar campur aduk. Ia tak menyangka sama sekali. Meski sama-sama dari Indonesia, Hasan tak pernah melihat Annisa sebelumnya.
Dengan tersenyum gembira, Annisa lalu berterimakasih pada Hasan.
“Assalamu’alaikum.. makasih ya udah nyalamatin tasku akhi, kalau gak ada kamu, mungkin aku tak bisa hidup lagi di Turki, mana semua bahan penelitian kuliahku ada didalamnya juga.”
“Wa'alaikumussalam.. iya ukhti, sama sama” jawab Hasan dengan grogi.
Sembari tersenyum, Annisa pun memperkenalkan dirinya.
“Oiya akhi, namaku Annisa, kamu panggil Nisa aja ya.”
“Iya ukhti, saya Hasan” Jawab Hasan dengan salah tingkah.
“Hehehe.. Hasan, nama yang bagus ya.”
“Hehehe.. iya Nisa, makasih ya” jawab Hasan sembari tersenyum.
Setelah bercakap-cakap ringan, Hasan, Irfan dan Annisa sama-sama berpamitan. Hasan dan Irfan kemudian sama-sama kembali ke asrama, sementara itu Annisa masih tetap berada di kampus. Tetapi bagi Hasan sosok Annisa masih menjadi bayangan di pikirannya. Pikirannya semakin penasaran akan sosok mahasisiwi penuh pesona itu.
Annisa..
***
Di Minggu pagi ini Istanbul benar-benar begitu cerah. Langit biru menaungi angkasa. Awan-awan berjajar dengan menakjubkan melindungi bumi dari sinar matahari. Meskipun begitu, hawa dingin masih terasa, meski tak sedingin sebelumnya. Dengan mantel bulu hitam dan satu gelas çay hangat lengkap dengan teko berisi teh yang terbuat dari kuningan diatas meja, Hasan menyeruput segelas çay sembari memandangi selat boshporus dari jendela kamarnya. Pemandangan yang begitu menenangkan hati dan pikiran. Masyaa Allah..
Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Hasan.
“Hey ngelamun ya? Mikirin apa san?” kejut Irfan yang tiba-tiba masuk.
“Oi! apaan sih Fan, kaget tau.” jawab Hasan dengan kagetnya.
Irfan lalu mengambil sebuah kursi dan menggesernya ke samping kursi Hasan. Ia kemudian duduk sembari menuangkan çay hangat ke sebuah gelas.
“Mikirin dia ya?” Teabk Irfan sembari menyeruput çay panasnya.
“Dia? Maksud kamu?”
“Annisa kan? Jangan bohong deh San".“Kamu cinta kan sama dia?”
“Apaan sih kamu Fan…” jawab Hasan dengan salah tingkah.
“Aku bisa tau dari gaya dan bahasa tubuhmu San, ketika kamu ngobrol dengannya. Kalian cocok bangetlah pokoknya.” kata Irfan dengan tersenyum sembari memandangi keluar jendela. “Hei San jangan melamun lagi, iya kan?”
“Ee.... "
"Iya kan?" Irfan lalu menepuk pundak Hasan sembari tersenyum.
"Iya oke, sebenarnya memang iya Fan, aku suka sama dia…” Kata Hasan yang sudah tak mampu untuk menyanggah Irfan lagi.
“Nah.. gitu dong sobat." “Tenang aja, aku bakal bantuin." kata Irfan sambil menepuk-nepuk pundak Hasan.
“Iya udah-udah sakit nih."
***
Hari ini perkuliahan sedang dalam masa libur. Saat ini Hasan dan Irfan sedang berada di kawasan kota lama Istanbul yang berada di Istanbul disisi Eropa. Mereka berkeliling mengunjungi Museum Ayasofya, Istana Topkapı, dan juga Blue Mosque, masjid kebanggaan masyarakat Turki yang berdiri megah dengan enam menara yang menjulang ke langit. Semua situs ini terletak dalam lokasi yang tak berjauhan.
Azan zuhur kemudian berkumandang menggetarkan langit Istanbul tepat ketika mereka sedang berada di Blue Mosque. Burung-burung camar beterbangan mengitari menara-menara Blue Mosque yang tinggi megah. Mereka kemudian melaksanakan shalat zuhur berjamaah disana. Hasan, Irfan bersama ratusan jamaah lain bermunajat dengan kerendahan hati pada sang pencipta, memohon pertolongan dan ampunan Nya. Suasana benar-benar begitu hening dan penuh kedamaian.
Di tengah-tengah ratusan jamaah yang bermunajat, ikut pula Irfan dan Hasan berdo'a dengan begitu seriusnya. Mereka hanya bisa berdo'a untuk orang tua yang mereka tinggalkan jauh di Indonesia. Semoga Allah memberikan kebahagiaan dan kesehatan pada mereka. Serta memohon agar Allah memudahkan urusan-urusannya di Turki ini. Bagi Hasan, ada satu hal lain yang ia selipkan dalam do'anya, yaitu do'a tentang perempuan tambatan hatinya, Annisa.
"Semoga langit Turki ini menjadi saksi bagiku untuk menaklukkan hatinya ya Allah..aamiin."
Hasan lalu mengusapkan tangan ke wajahnya. Sebuah usapan tangan yang begitu dalam dan penuh harap dari seorang hamba kepada tuhannya.
Kemudian setelah berkeliling sejenak, mereka kemudian beranjak keluar dari Blue Mosque menuju pelataran masjid. Pelataran masjid ini memang berukuran cukup besar dan dipenuhi taman-taman bunga yang indah sehingga membuat nyaman pengunjung yang datang.
Tak lama setelah itu, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara yang memanggil-manggil mereka.
“Assalamu’alaikum Irfan! Hasan..! Mau kemana?” sahut suara yang ternyata suara dari Annisa.
“Wa’alaikumussalam Nisa" jawab mereka.
"Eh Nisa, ternyata kamu lagi disini juga ya?” Tanya Hasan.
“Ciee.. kalian janjian ya ?" Tanya Irfan memanas-manaskan suasana.
“Ah.. ngapain sih kamu..” jawab Hasan salah tingkah.
“Hehehe.. Ada-ada aja kamu Fan.. Iya, aku lagi pengen refreshing aja San” kata Annisa dengan senyuman khas diwajahnya.
Sementara itu Irfan tersenyum-senyum sendiri dibelakang Hasan.
“Ooh gitu., hati-hati ya Nisa, kamu sakit ya ?” tanya Hasan pada Annisa yang terlihat kecapaian.
Annisa pun tersenyum.
“Hahaha.. enggak kok, aku cuma sedikit capek aja, gak apa-apa kok San”
“Oo kalau gitu hati-hati dijalan ya” balas Hasan sambil tersenyum pula.
“Iya San sama-sama.. Irfan juga ya.. Oya, aku duluan ya semua." "Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam” dan Annisa pun kemudian berlalu meninggalkan mereka berdua.
“Cie.. cie.. Hasan ” Kata Irfan kembali memanaskan suasana.
“Apaan sih kamu Fan, ya sudah deh.. mendingan sekarang kita balik lagi yuk ke asrama” kata Hasan mengalihkan pembicaraan.
Keesokan harinya dikampus, di sela-sela istirahat, Annisa bercengkrama dengan Irfan.
“Kamu sudah kenal lama ya sama Hasan?”
“Hahaha... Iya Nisa, kami sudah bersahabat sejak kami kecil, bahkan sejak kami TK dulu.”
Annisa pun tersipu malu dan tersenyum.
“Dia orangnya baik ya Fan, sopan, ramah, perhatian juga…”
“Ehm.. kamu suka ya sama Hasan?” kata Irfan sembari tertawa.
Mendengar itu Annisa pun terdiam, tetapi senyuman kecil tergurat diwajahnya.
“Apaan sih kamu Fan.. ada-ada aja” sanggah Annisa dengan salah tingkah.
“Jujur aja deh Nisa, sebenarnya kamu suka kan sama Hasan?” desak Irfan sembari tersenyum.
“I.. iya Fan, tapi jangan kamu bilang siapa-siapa ya”
“Hehehe.. iya iya.. gitu dong Nisa" “Oya, kan udah hampir tugas akhir nih Nis, gimana tugas akhirnya ?”
Seketika ekspresi Nisa langsung berubah sedih.
“Itulah Fan, dosenku menginkan aku merevisi tugas akhirku, paling cepat aku bisa tamat 6 bulan lagi Fan”
Annisa pun menitikkan air mata, dalam pikirannya, ia sudah pasti tidak akan tamat bersama Irfan dan teman-temannya yang lain, dan tentu saja bersama tambatan hatinya, Hasan.
“Jangan sedih ya Nisa” “Jangan khawatir juga Nis, aku akan membantumu sekuat tenaga, semua yang terjadi takkan sia-sia. Pasti ada hikmahnya” kata Irfan pada Annisa yang sedang bersedih itu.
"Iya Fan, makasih ya..."
Setibanya di asrama, Irfan melihat Hasan dalam kegalauan.
“Ada apa sob?”
“Aku sudah dengar semuanya tentang Nisa, Fan” “Padahal ada hal penting yang akan kusampaikan kepadanya” kata Hasan dengan pilu.
“Aku paham San, jangan sedih” "Aku janji aku akan bantu semampuku"
“Makasih Fan”
Hari wisuda pun akhirnya datang. Hasan dan Irfan akhirnya diwisuda. Hasan pun mendapat gelar qumlaude, gelar tertinggi yang dambakan oleh semua mahasiswa. Hasan begitu bersyukur karenanya. Apalagi kedua orang tuanya bisa hadir pada wisuda Hasan. Begitu pula halnya dengan Irfan yang juga diwisuda dengan dihadiri oleh orang tuanya juga. Pada hari itu, suasana begitu haru dan penuh suka cita.
Keesokan harinya, Hasan harus kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan beberapa urusan di Kedutaan Besar. Tetapi bagi Hasan, masih ada sebuah ganjalan yang tertinggal di kota Istanbul ini. Yaitu tentang Annisa. Hasan pun kemudian kembali ke tanah air dengan perasaan campur-aduk. Tampaknya penantian Hasan bagi Annisa harus berlanjut kembali. Sementara itu, Irfan harus tinggal dulu di Istanbul dalam beberapa waktu kedepan.
Hari-hari pun berlanjut. Tak terasa setelah enam bulan Annisa kemudian akhirnya bisa menyelesaikan studinya di Istanbul. Ia merasa begitu terharu. Hari ini Annisa akan diwisuda, tepat pada hari pertama musim gugur di Istanbul. Sayang sekali bagi Nisa, orang tuanya tak bisa hadir. Keberangkatan pesawat yang membawa orang tua Nisa di tunda sehingga mereka terlambat untuk hadir.
Annisa pun kemudian terduduk di kursi kayu di pelataran kampus, masih dengan pakaian wisudannya, ditemani gugurnya daun-daun berwarna merah kekuningan dari pohonnya memenuhi tanah di musim gugur. Perasaan Annisa kali ini benar-benar campur aduk. Selain senang karena telah diwisuda, ia juga merasa sedih lantaran tak ada yang menemaninya disaat acara penting ini. Ketika semua orang berbahagia dengan orang terdekatnya. Annisa hanya bisa diam sendiri, dan bermunajat pada Allah dalam kesedihannya ini.
Tiba-tiba handphone Nisa berdering.
"Assalamu'alaikum nak.." Sahut suara diujung telepon yang ternyata adalah suara ibunya Annisa.
Mendengar suara ibunya, Annisa pun tak kuasa menahan air matanya.
"Wa'alaikumussalam bu.." Jawab Annisa dengan suara tecekat.
"Selamat atas wisudanya ya nak, maafkan ibu dan ayah karena tak bisa hadir di acara wisudamu, ayah dan ibu sekarang sudah di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta. Insya Allah besok kami sudah tiba di Istanbul.."
"Iya tak apa bu, tak apa-apa..." suara Annisa terputus karena tercekat kembali. Ia sudah tak bisa menahan air mata rindunya lagi.
"Jangan menangis nak" sahut suara yang kali ini adalah suara ayah Nisa. "Ayah dan Ibu insya Allah bakalan sampai kok besok di Istanbul, kami sudah mau naik pesawat dulu, nanti kami kabari lagi. Sekali lagi selamat ya nak, jangan sedih ya.."
"Iya Ayah, ibu.. hati-hati ya dijalan, kabari Nisa lagi kalau sudah sampai di Istanbul ya." Jawab Annisa sambil terisak.
"Iya nak insya Allah" "Kami berangkat dulu ya Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumussalam.." jawab Annisa masih dalam tangisannya.
Annisa begitu terharu setelah mendapat telepon dari orang tuanya yang sudah lama tak ia temui. Hati Annisa begitu sedih waktu itu, terlebih lagi ketika ia teringat pada Hasan.
"Semoga engkau memberi jalan yang terbaik ya Allah.." batin Nisa dalam hati.
Tak lama kemudian Irfan datang menghampiri.
“Wah selamat ya atas wisudanya ya Nisa."
“Iya makasi Fan” balas Nisa sembari tersenyum kecil. Tetapi guratan kesedihan masih terlihat diwajahnya.
“Jangan sedih gitu dong, supaya kamu bisa tenang, Nanti sore, aku tunggu di café disamping selat Bosphorus ya, aku harap kamu bisa datang ya."
“Iya Fan, insya Allah."
Annisa pun tiba di café yang terletak ditepi selat Bosphorus itu. Pemandangan kota Istanbul sore ini sungguh romantis. Ditambah lagi dengan langit yang menunjukkan cakra merahnya di ufuk barat. Tiang-tiang kokoh menara masjid terlihat spektakuler dengan cahaya lampu yang keemasan. Lalu lalang kapal di selat boshporus membuat selat ini semakin menawan.
Setibanya di meja café, Nisa terkejut bukan main. Ia melihat seorang pria baik yang berarti dalam hidupnya selama ini. Pria yang telah menolongnya waktu itu. Baginya itu adalah hal yang mengesankan bagi hatinya. Jika tak ada dia, mungkin ia harus keluar dari kampus, dan kembali ke Indonesia. Dialah Hasan.
“Hasan..? itu benar-benar kamu?” Tanya Nisa tak percaya.
Sembari tersenyum, Hasan menjawab “Iya Nisa, ini benar-benar aku, Hasan."
Irfan yang duduk disamping Hasan kemudian menimpali:
“Dia telah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta ke Istanbul, pagi subuh di pesawat pertama, untuk menemuimu Nisa.”
Hasan kemudian tersenyum.
“Benar Nisa, aku menempuh jarak ribuan kilometer untuk menyatakan sesuatu padamu” kata Hasan.
"Aku ingin menjadi pendamping hidupmu."
Annisa kemudian tersenyum. Senyumannya benar-benar begitu manis dan tulus terpancar dari lubuk hatinya. Ia pun tertunduk dan tiba-tiba air matanya pun ikut meleleh. Ia tak kuasa lagi menahan air matanya. Tetesan air mata yang kali ini bukan lagi air mata kesedihan, tetapi ungkapan kebahagiaannya yang membuncah. Annisa tak berkata apa-apa. Ia hanya diam. Diam tanda setuju.
Jadilah sore itu langit Istanbul menjadi saksi antara mereka berdua. Hasan yang berhasil memenuhi tekadnya ketika Annisa menerima Hasan untuk jadi pasangan hidupnya, dan kemudian menikah. Segala puji bagi Allah, do'a Hasan di Blue mosque waktu itu benar-benar dikabulkan olehNya, ketika langit Istanbul benar-benar menjadi saksi tentang cerita Hasan dan Annisa. Azan maghrib lalu berkumandang, seakan memberitahukan alam tentang semua yang terjadi pada sore itu. Di bawah langit Istanbul.
sangiah crto nyo gan...
BalasHapusblo2 aja an wq buek crto ky gko y gan...!!!!
Hahaha..
HapusMakasih y gan.. :)
Pas mambaconyo takana jo sia tu gan?
takana sia takok ..???
BalasHapusHahaha..
HapusWak lah tau jo sbnanyo gan..